Flores adalah pulau besar yang indah sekaligus
menakjubkan. Sedikit orang yang tahu bahwa nama asli pulau ini adalah
Nusa Nipa (Pulau Ular). Terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur,
Flores merupakan pulau yang panjang seluas 14.300 km² dan menyimpan
rahasia terbaik dunia, menunggu siapapun untuk datang dan
menjelajahinya.
LARANTUKA
Flores
Timur dengan ibukota Larantuka adalah salah satu kabupaten di
Propinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak di sebelah timur dari Pulau
Flores, yang terdiri dari Pulau Solor dan Pulau Adonara.kota
ini terkenal sebagai kota religi bagi umat Nasrani yang di sebut
sebagai kota reinha.keindahan kota Larantuka tidak perlu di ragukan lagi
karena terdapat banyak tempat wisata berupa pantai-pantai.yang sangat
saya banggakan dari kota bekas penjajahan portugis ini adalah rasa
solidaritas umat beragama yang sanga tinggi.Meskipun Mayoritas penduduk
adalah Nasrani
namun masyarakat disana hidup selalu berdampingan dengan tidak
memandang perbedaan agama sehingga terciptanya kerukunan serta
keselarasan dalam kehidupan bermasyarakat.Jika anda tertarik untuk
mengetahui budaya-budaya baik dari tarian atau menenun anda bisa
langsung datang dan berkunjung kekota ini
Dimulai dari ujung timur pulau ini, wisatawan sudah bisa menikmati
keindahan alam pantai. “Menyusuri pantai sepanjang Larantuka hingga
Labuan Bajo di ujung barat Flores itu sungguh merupakan sebuah
pengalaman yang tak terlupakan. Kita dibuat tidak boleh mengedipkan
mata,” ujar Cicilia Roehm, wanita bersuamikan Gerard Roehm, yang berasal
dari Jerman.
Paling tidak ada tujuh keunikan yang dapat ditemukan di Flores. Yang
pertama adalah Semana Santa, perayaan Pekan Suci yang berpuncak pada
prosesi Jumat Agung.
Ini merupakan tradisi unik peninggalan Portugis, yang masih tetap hidup di Larantuka. Setiap tahun, menjelang dan pada saat perayaan Paskah umat Katolik, kota indah di bibir pantai ujung timur Pulau Flores ini dibanjiri ribuan peziarah dari berbagai kota di pelosok Tanah Air, bahkan dari luar negeri.
Larantuka dalam sepekan itu menjadi “kota bisu”. Para peziarah seolah bergerak dalam kebisuan untuk mengikuti dengan kusyuk “tapak-tapak penderitaan hingga prosesi pemakaman Yesus” khas Larantuka.
Dalam dekade terakhir, Semana Santa Larantuka sudah masuk dalam agenda kunjungan wisata para “pencari sumber mata air kehidupan rohani”. Sejumlah biro perjalanan di Jakarta, Yogyakarta, Denpasar, Kupang, bahkan sudah rutin memasukkan Semana Santa di Larantuka ke dalam Paket Wisata Rohani tahunan mereka.
“Ziarah semacam ini perlu bagi mereka yang sedang dihinggapi kekeringan rohani,” ucap Herman Jacob, peziarah asal Jakarta.
Semana Santa, dengan berbagai ritual keagamaanya yang unik adalah salah satu pesona wisata yang ada di Larantuka. Sejatinya, ibu kota Kabupaten Flores Timur ini sendiri adalah tempat permukiman tua nan indah. Letaknya di kaki gunung Ile Mandiri (1502 meter dpl), kota ini terlindungi oleh dua buah pulau kecil di depannya, yakni Adonara dan Solor, yang hanya berjarak beberapa kilometer.
Di tengah apitan dua pulau ini terbentang sebuah lautan kecil dengan selat-selat sempit bagaikan sebuah telaga. Secara alami, Larantuka merupakan sebuah permukiman yang sangat indah.
Sebagai kota pelabuhan yang tidak terlalu besar, Larantuka memperlihatkan panorama yang dikelilingi bukit-bukit dan gunung Lewotobi ganda yang samar-samar tampak di bagian barat, sungguh memesona.
Keindahan itulah yang membuat Larantuka bagai gula yang didatangi “semut-semut” pada sekitar abad 16 dan 17, ketika berbagai pelayaran petualangan menghampiri kota ini. Bangsa Portugis dan Spanyol berlomba-lomba menghampiri tempat ini. Beberapa tempat telah disinggahi armada asing, seperti Lohayong di Solor. Di Lohayong, hingga kini masih tertinggal sebuah benteng yang didirikan Portugis guna melindungi diri dari musuh.
Selain prosesi Semana Santa yang tetap lestari hingga saat ini, kehadiran Portugis di Larantuka tetap hidup dalam wujud bahasa Portugis dan nama-nama Portugis, seperti Diaz, Riberu, Pareira, da Silva, dan lain-lain. Persentuhan budaya Portugis dan budaya lokal, yang tahun ini memasuki usianya yang ke-500 tahun, menjadi daya tarik wisata yang mengasyikkan.
Penangkapan Ikan Paus
Kembali ke kawasan timur Flores, tak jauh dari Larantuka, para petualang bahari bisa mampir sejenak ke Lamalera di Pulau Lembata untuk menyaksikan tradisi penangkapan ikan paus. Atraksi yang populer di mata wisatawan mancanegara itu sudah muncul berabad-abad silam.
Inilah warisan budaya yang tak lekang dimakan usia. Meski sudah menjadi kabupaten sendiri, Lembata bisa dimasukkan sebagai satu kawasan/paket wisata dengan Pulau Flores.
Ini merupakan tradisi unik peninggalan Portugis, yang masih tetap hidup di Larantuka. Setiap tahun, menjelang dan pada saat perayaan Paskah umat Katolik, kota indah di bibir pantai ujung timur Pulau Flores ini dibanjiri ribuan peziarah dari berbagai kota di pelosok Tanah Air, bahkan dari luar negeri.
Larantuka dalam sepekan itu menjadi “kota bisu”. Para peziarah seolah bergerak dalam kebisuan untuk mengikuti dengan kusyuk “tapak-tapak penderitaan hingga prosesi pemakaman Yesus” khas Larantuka.
Dalam dekade terakhir, Semana Santa Larantuka sudah masuk dalam agenda kunjungan wisata para “pencari sumber mata air kehidupan rohani”. Sejumlah biro perjalanan di Jakarta, Yogyakarta, Denpasar, Kupang, bahkan sudah rutin memasukkan Semana Santa di Larantuka ke dalam Paket Wisata Rohani tahunan mereka.
“Ziarah semacam ini perlu bagi mereka yang sedang dihinggapi kekeringan rohani,” ucap Herman Jacob, peziarah asal Jakarta.
Semana Santa, dengan berbagai ritual keagamaanya yang unik adalah salah satu pesona wisata yang ada di Larantuka. Sejatinya, ibu kota Kabupaten Flores Timur ini sendiri adalah tempat permukiman tua nan indah. Letaknya di kaki gunung Ile Mandiri (1502 meter dpl), kota ini terlindungi oleh dua buah pulau kecil di depannya, yakni Adonara dan Solor, yang hanya berjarak beberapa kilometer.
Di tengah apitan dua pulau ini terbentang sebuah lautan kecil dengan selat-selat sempit bagaikan sebuah telaga. Secara alami, Larantuka merupakan sebuah permukiman yang sangat indah.
Sebagai kota pelabuhan yang tidak terlalu besar, Larantuka memperlihatkan panorama yang dikelilingi bukit-bukit dan gunung Lewotobi ganda yang samar-samar tampak di bagian barat, sungguh memesona.
Keindahan itulah yang membuat Larantuka bagai gula yang didatangi “semut-semut” pada sekitar abad 16 dan 17, ketika berbagai pelayaran petualangan menghampiri kota ini. Bangsa Portugis dan Spanyol berlomba-lomba menghampiri tempat ini. Beberapa tempat telah disinggahi armada asing, seperti Lohayong di Solor. Di Lohayong, hingga kini masih tertinggal sebuah benteng yang didirikan Portugis guna melindungi diri dari musuh.
Selain prosesi Semana Santa yang tetap lestari hingga saat ini, kehadiran Portugis di Larantuka tetap hidup dalam wujud bahasa Portugis dan nama-nama Portugis, seperti Diaz, Riberu, Pareira, da Silva, dan lain-lain. Persentuhan budaya Portugis dan budaya lokal, yang tahun ini memasuki usianya yang ke-500 tahun, menjadi daya tarik wisata yang mengasyikkan.
Penangkapan Ikan Paus
Kembali ke kawasan timur Flores, tak jauh dari Larantuka, para petualang bahari bisa mampir sejenak ke Lamalera di Pulau Lembata untuk menyaksikan tradisi penangkapan ikan paus. Atraksi yang populer di mata wisatawan mancanegara itu sudah muncul berabad-abad silam.
Inilah warisan budaya yang tak lekang dimakan usia. Meski sudah menjadi kabupaten sendiri, Lembata bisa dimasukkan sebagai satu kawasan/paket wisata dengan Pulau Flores.
BERSAMBUNG
MAUMERE
1. Pantai Waiterang
Pantai Waiterang di desa Waiterang, kecamatan Waigete. Letaknya sekitar 31 km sebelah timur Kota Maumere.
Pantai Waiterang (foto : Asep Sutisna) |
Pantai Waiterang (foto : Asep Sutisna) |
Pantai Waiterang (foto : Asep Sutisna) |
2. Pantai Koka
Pantai Koka terletak di desa Wolowiro, Kecamatan Paga, Kabupaten Sikka, Maumere, Flores, 48 km arah Selatan dari Maumere.
Pantai Koka (foto : Asep Sutisna) |
Pantai Koka (foto : Asep Sutisna) |
Pantai Koka (foto : Asep Sutisna) |
Pantai Koka (foto : Asep Sutisna) |
3. Patung Inang Maria (Bukit Nilo)
7 km arah barat daya dari Maumere, tepatnya di Bukit Keling-Nilo, Desa Wuliwutik, Kecamatan Nita.
Patung Inang Maria (Bukit Nilo) (foto : Asep Sutisna) |
Patung Inang Maria (Bukit Nilo) (foto : Asep Sutisna) |
Patung Inang Maria (Bukit Nilo) (foto : Asep Sutisna) |
Patung Inang Maria (Bukit Nilo) (foto : Asep Sutisna) |
4. Pantai Paga
Terletak di Desa Paga sekitar 45 km arah barat dari Maumere
Pantai Paga (foto : Asep Sutisna) |
Pantai Paga (foto : Asep Sutisna) |
Pantai Paga (foto : Asep Sutisna) |
5. Pantai Waiara
Pantai
Waiara berjarak kurang lebih 17 km ke arah timur dari pusat kota
Maumere. Pantai Waiara sudah menjadi bagian dari wisata yang telah
dikelola dengan baik oleh pemerintah setempat dan dikenal juga dengan
nama Sea World Club.
Pantai Waiara (foto : Asep Sutisna) |
Pantai Waiara (foto : Asep Sutisna) |
Pantai Waiara (foto : Asep Sutisna) |
Pantai Waiara (foto : Asep Sutisna) |
Pantai Waiara (foto : Asep Sutisna) |
6. Pelabuhan L-Say
Adalah pelabuhan laut yang terletak tidak jauh dari kota Maumere.
Pelabuhan L-Say (foto : Asep Sutisna) |
Pelabuhan L-Say (foto : Asep Sutisna) |
Pelabuhan L-Say (foto : Asep Sutisna) |
Pelabuhan L-Say (foto : Asep Sutisna) |
Pelabuhan L-Say (foto : Asep Sutisna) |
7. Pelabuhan Wuring Maumere
Pelabuhan Wuring (foto : Asep Sutisna) |
Pelabuhan Wuring (foto : Asep Sutisna) |
Pelabuhan Wuring (foto : Asep Sutisna) |
Pelabuhan Wuring (foto : Asep Sutisna) |
Pelabuhan Wuring (foto : Asep Sutisna) |
Pelabuhan Wuring (foto : Asep Sutisna) |
9. Desa Sikka (Tenun Ikat)
Tenun Ikat (foto : Asep Sutisna) |
Tenun Ikat (foto : Asep Sutisna) |
Tenun Ikat (foto : Asep Sutisna) |
Itulah
panorama wisata alam di Maumere-Flores, Nusa Tenggara Timur. Dari
beberapa wisata alam tersebut, ada yang masih belum diperhatikan oleh
pemerintah setempat seperti pantai Waiterang, Pantai Koka, namun sebagai
bagian dari keindahan alam wisata di Maumere-Flores, NTT, rasa-rasanya
sayang kalau dilewatkan untuk dikunjungi...
Pasar Tradisional, di Pasar Baru, Maumere
|
Suasana lenggang di pagi hari yg sejuk,
di Jalan Jend. A. Yani, Maumere
|
Salah satu tugu bernama Autekaiku
"Rebu Bait Damar Jawa da'an dadini
di kota Maumere terusan ke Jl. Jend. A. Yani.
|
ENDE
Taman Nasional Danau Kelimutu
Taman
Nasional Danau Kelimutu terletak di Desa Moni, Kabupaten Ende, kurang
lebih jarak yang ditempuh 83 km dari Maumere, dan 14 km dari Desa Moni
menuju puncak Danau Kelimutu. Danau Kelimutu dikenal dengan nama Danau 3
Warna, yang menurut cerita bisa berubah-rubah warna (hijau, biru,
hitam, putih, merah).
Danau Kelimutu (foto : Asep Sutisna) |
Danau Kelimutu (foto : Asep Sutisna) |
Danau Kelimutu (foto : Asep Sutisna) |
Danau Kelimutu (foto : Asep Sutisna) |
Pantai Jaga Po
Hamparan
Pantai berpasir putih di desa Kobaleba, Kecamatan Maukaro. Kira-kira 61
km dari pusat Kota Ende melalui wilayah Kecamatan Nangapanda dan 82 km
melalui wilayah Kecamatan Wewaria . Tempat yang masih alamiah, belum
terjamah merupakan lokasi yang sangat ideal bagi yang ingin menikmati
privacy. Merupakan salah satu pesona Pantai Utara. Menuju lokasi pantai
ini dapat ditempuh melalui dua jalur yaitu jalur melalui Kecamatan
Nangapanda dan jalur melalui Desa Mukusaki Kecamatan Wewaria.
Pantai Maukaro
Terletak
di wilayah Kecamatan Maukaro, dengan jarak sekitar 56 km dari pusat
kota Ende melalui wilayah Kecamatan Nangapanda dan sekitar 87 km melalui
wilayah Kecamatan Wewaria yang dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua
maupun roda empat. Pantai berpasir putih yang merupakan salah satu
lokasi rekreasi masyarakat. Pantai berair jernih dengan riak ombak yang
kecil, lemah gemulai, membuat para pengunjung tak berpaling. Di lokasi
ini wisatawan dapat langsung menikmati ikan bakar sambil berenang.
Pantai Mbu'u
Lokasinya
kira-kira 5 km dari pusat kota dan dapat ditempuh selama 15 menit
dengan menggunakan transportasi umum atau sepeda motor. Sangat kondusif
untuk melakukan aktivitas rekreasi mingguan bagi masyarakat kota.
Memancing, berenang sambil bercengkrama bersama keluarga merupakan
pilihan yang menarik, sambil menikmati suguhan kelapa muda yang langsung
diambil dari pohonnya. Hal lain yang menarik adalah pandangan lepas
kearah gunung Meja dan Ia serta pulau Koa yang mungil dan kokoh, tak
bergeming menahan setiap hempasan gelombang datang dan pergi. Kesibukan
nelayan yang sedang mencari ikan juga menghiasi indahnya panorama
pantai Mbu’u. Juga merupakan lokasi alternative untuk menyaksikan
matahari terbit (sunrise) yang selalu setia muncul dari balik pundak
bukit pada pagi hari.
Pantai Enabara Maurole
Secara
kasat mata pantai Enabara merupakan primadona pantai utara. Hamparan
pasir putih serta air yang tenang dan jernih sejauh mata memandang,
lingkungan yang alamiah sangat berpotensi sebagai sentra aktivitas
rekreasi bahari di masa mendatang. Terbukti para sailors dalam
penyelenggaraan sail selama 3 tahun terakhir, tak pernah melewatkan
waktunya untuk mandi di pantai ini.
Perkampungan Adat NGGELA
Kampung Nggela
Nggela,
sebuah perkampungan adat yang magis dan alami di Kecamatan Wolojita
yang terbangun dari 9 (sembilan) buah rumah adat (Sa’o Benga Dero, Sa’o
Mberi Dala, Sa’o Ame Nggape, Sa’o Tani Mo’i, Sa’o Siga Bata, Sa’o
Benga, Sa’o Labo, Sa’o Tua dan Sa’o Siga) dengan fungsi, peranan dan
kekhasannya masing-masing. Terletak sekitar 70 km arah selatan dari Kota
Ende yang dapat ditempuh melalui akses darat dan laut. Apabila
menggunakan menggunakan transportasi darat, waktu tempuh yang dibutuhkan
untuk mencapai wilayah ini sekitar 3 jam. Nggela juga terkenal dengan
kerajinan tenun ikat. Ada beberapa kelompok pengrajin tenun ikat yang
tetap eksis dengan berbagai motif tenunan yang khas dan menarik. Di
antaranya Lawo Butu yang merupakan sejenis sarung/lawo sebagai kostum
para penari Mure; yakni tarian khas Nggela yang merupakan tarian sakral
sebagai simbol penghormatan kepada wujud yang tertinggi (Du’a sai tana
goka, NggaE sai watu dogu). Tarian tersebut dipentaskan pada
kesempatan tertentu oleh para penari/gadis-gadis dari turunan kaum
bangsawan/mosalaki. Nggela juga terkenal dengan pemandian air panas
yang memiliki kadar belerang yang tinggi sehingga berkhasiat
menyembuhkan berbagai penyakit kulit. Aewau, merupakan potensi yang
masih perlu disentuh dan dikembangkan. Sebuah potensi bagi pengembangan
wisata kesehatan (Cure/Health tourism). Jarak lokasi Ae Wau dari
Nggela adalah 3 km arah menuju Ende. Di samping itu terdapat juga air
terjun Angga dengan ketinggian ± 30 meter dan Muru Nipamera dengan
ketinggian ± 40 meter. Sebuah kenyataan yang membuat Nggela sangat
berarti dan spesifik.
Kampung Adat Wologai
Rumah Adat
Kampung
adat Wologai terletak di desa Wologai Tengah, Kecamatan Detusoko
kira-kira 40 km arah timur kota Ende. Kampung ini merupakan salah satu
dari 24 komunitas Adat Suku Lio yang berada di sekitar Taman Nasional
Kelimutu, dengan budayanya yang luhur, dan sangat kental dengan perilaku
agraris, religius, sekaligus magis dengan kedekatannya yang kuat pada
alam.Kampung adat Wologai memiliki sejumlah bangunan rumah adat
berarsitektur tradisional yang tertata rapi membentuk lingkaran, dengan
sejumlah atraksi budaya yang dapat dipentaskan kepada pengunjung
terutama saat upacara adat berlangsung.
KOTA ENDE DARI AEKIPA
Kota Ende Dari Aekipa
Dari
Aekipa yang terletak di atas bukit Ndona di wilayah Kecamatan Ndona
merupakan tempat yang ideal untuk menyaksikan keindahan kota Ende secara
utuh. Dari atas bukit, Ende ditampilkan dalam sisi yang lain dengan
nuansa yang beda. Sebuah kota dengan pemukiman penduduk yang padat di
antara rimbunan pohon kelapa. Tampak jelas Gunung Meja dan Gunung Ia
bagaikan tembok pembatas yang kokoh dan Bandara Haji Hasan Aroeboesman
bagaikan sebuah sungai yang membelah kota. Aekipa merupakan sebuah
kawasan perbukitan berjarak sekitar 20 km dari Kota Ende yang dapat
ditempuh dengan kendaraan roda dua dan roda empat. Waktu yang dibutuhkan
untuk mencapai lokasi ini kurang lebih 30 menit karena keadaan
topografinya yang banyak tanjakan.
Goa Jepang
Goa Jepang di Roworeke
Terletak di dalam kompleks Gua Maria di Kampung Roworeke terdapat sebuah
gua perlindungan tentara Jepang pada masa perang dunia kedua. Lokasi
ini berada di wilayah Kecamatan Ende Timur yang dapat kita tempuh dengan
menggunakan fasilitas transportasi roda dua dan roda empat. Jarak dari
Kota Ende sejauh 8 km ke arah timur dengan waktu tempuh 15 menit
perjalanan. Gua ini berfungsi sebagai tempat berlindung saat mengintai
musuh dan saat terjadi aksi baku tembak. Keberadaan gua ini dapat
menjadi salah satu bukti sejarah kehadiran kolonialisme Jepang di
wilayah Kabupaten Ende khususnya di Roworeke saat itu.
Situs Rumah Bung Karno
Rumah Bung Karno di Ende
Terletak di jalan Perwira, Kelurahan Kotaraja Kecamatan Ende Utara (Kota
Ende). Bangunan ini merupakan bekas rumah atau tempat tinggal Bung
Karno dan keluarga semasa pembuangan/ pengasingan di Ende oleh
Pemerintah Hindia Belanda tahun 1934-1938 yang masih dijaga, dirawat dan
dipertahankan keasliannya oleh Pemerintah Kabupaten Ende. Lokasi ini
berjarak kurang lebih 1 km dari pusat kota dan dapat ditempuh dengan
kendaraan roda empat dan roda dua maupun dengan berjalan kaki.
Semua barang koleksi milik Bung Karno masih tersimpan dengan baik di dalam museum ini seperti : foto keluarga, foto pribadi Bung Karno, barang keramik, dua buah tongkat berkepala monyet, pulpen ukuran besar, piring nasi, cerek air minum, besi seterika, alat gantungan pakaian, lemari pakaian, tempat tidur besi, lukisan- lukisan dan masih banyak barang koleksi lainnya.
Di dalam Situs Rumah Bung Karno juga terdapat tempat sujud/ruang semedi dan tempat sembahyang/sholat yang selalu digunakan oleh Bung Karno bersujud kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk memohon bantuan bagi Perjuangan Kemerdekaan bangsa Indonesia hingga membekas di lantai. Di belakang museum Bung Karno terdapat sebuah sumur dengan kedalaman 12 meter yang digunakan oleh Bung Karno untuk mandi, cuci dan minum serta wudhu. Konon air sumur ini dipercaya mempunyai khasiat untuk menyembuhan berbagai penyakit dan bisa membuat orang menjadi awet muda.
Semua barang koleksi milik Bung Karno masih tersimpan dengan baik di dalam museum ini seperti : foto keluarga, foto pribadi Bung Karno, barang keramik, dua buah tongkat berkepala monyet, pulpen ukuran besar, piring nasi, cerek air minum, besi seterika, alat gantungan pakaian, lemari pakaian, tempat tidur besi, lukisan- lukisan dan masih banyak barang koleksi lainnya.
Di dalam Situs Rumah Bung Karno juga terdapat tempat sujud/ruang semedi dan tempat sembahyang/sholat yang selalu digunakan oleh Bung Karno bersujud kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk memohon bantuan bagi Perjuangan Kemerdekaan bangsa Indonesia hingga membekas di lantai. Di belakang museum Bung Karno terdapat sebuah sumur dengan kedalaman 12 meter yang digunakan oleh Bung Karno untuk mandi, cuci dan minum serta wudhu. Konon air sumur ini dipercaya mempunyai khasiat untuk menyembuhan berbagai penyakit dan bisa membuat orang menjadi awet muda.
Tempat Perenungan Pancasila Oleh Bung Karno
Pohon Sukun "Bung Karno"
Sebatang
pohon Sukun dengan lima cabang, terletak kira-kira 150 meter dari
pantai Ende dan sebelah barat Lapangan Pancasila merupakan tempat dimana
Bung Karno setiap sore, selepas sholat Azhar menghabiskan waktu untuk
duduk merenung dalam keheningan malam. Diyakini gagasannya yang
cemerlang akan Falsafah Negara Pancasila terlahir dalam proses
permenungannya di bawah pohon Sukun ini. Dan ini diakui sendiri oleh
Presiden Soekarno pada saat kunjungan kerja ke Ende tahun 1955. Pohon
sukun yang menjadi naungan Bung Karno saat itu telah tumbang di tahun
60-an karena termakan usia dan sekarang adalah pohon kedua yang ditanam
kembali sebagai duplikat untuk mengenang tempat Bung Karno merenungkan
Dasar Negara dan pohon ini tumbuh subur dengan lima cabang yang diyakini
oleh masyarakat Ende sebagai perwujudan ke-lima sila dari Pancasila.
Dan untuk memperkuat fakta ini, Pemerintah Kabupaten Ende membangun
Monument Pancasila yang terletak di persimpangan antara Jl. Kelimutu,
Jl. El Tari, Jl. Gatot Subroto, jalan masuk Bandara Haji H. Aroeboesman
dan Jl. Achmad Yani (yang lebih dikenal dengan nama Simpang Lima).
Tiwu Lewu
Tiwu Lewu
Sebuah
danau yang terletak di desa Kebirangga Tengah, Kecamatan Maukaro dengan
Luas areal kira –kira 5.000 m², sangat alamiah dan belum tersentuh.
Dari Kota Ende ke Kecamatan Maukaro dapat ditempuh melalui dua jalur
yaitu dari arah timur/ Detusoko kira-kira 110 km, sedangkan dari arah
barat/ Nangapanda kira-kira 60 km. Jarak dari Kecamatan Maukaro ke
lokasi Danau Tiwu Lewu kira-kira 3,5 km. Menuju lokasi Danau (Tiwu)
lewu, kita harus menempuh perjalanan dengan berjalan kaki dari Kantor
Desa Kebirangga Tengah selama 30 menit atau sekitar 1,5 km. Menurut
cerita penduduk sekitarnya, di dalam danau tersebut terdapat buaya,
tetapi tidak diketahui berapa jumlahnya selain itu di sekitar danau
terdapat rawa-rawa/lumpur hidup, sehingga kita tidak dapat melihatnya
dari jarak dekat. Di sebelah utara danau, juga terbentang area
persawahan Obo yang memikat bagi anda yang menyukai suasana dan hijaunya
persawahan. Di atas bukit terdapat Gua Maria Tiwu Lewu dari lokasi ini
kita dapat menikmati keindahan Danau Tiwu Lewu dari ketinggian.
Sawah Detusoko
Sawah Bertingkat Detusoko
Memasuki
wilayah Detusoko dari desa Wolofeo (29 km arah timur kota Ende) hingga
Dusun Ekoleta Desa Wologai ( 36 km ke arah timur ) sejauh mata
memandang, pandangan kita didominasi dan dimanjakan oleh sektor
pertanian dan perkebunan yang diusahakan oleh masyarakat. Sawah
bertingkat di sepanjang jalan nampak eksotik, tertata rapi dan terkesan
harmoni dengan keadaan lereng dan bukit serta sungai yang
berkelok-kelok. Udara yang sejuk dan lingkungan yang selalu hijau
mengindikasikan adanya kehidupan dan mengungkap realitas bahwa kultur
agraris sudah berakar kuat dalam masyarakat di wilayah ini sejak dahulu.
Sa'o Ria Wisata Bungalow
Sa’o Ria Wisata Bungalow
Bangunan
berarsitektur tradisional Ende-Lio menawarkan fasilitas akomodasi
dengan harga yang terjangkau bagi wisatawan domestik maupun wisatawan
asing yang berlokasi di Moni-Koanara. Merupakan tempat yang ideal bagi
pengunjung yang ingin dapat menyaksikan keindahan sunrise di puncak
Kelimutu sambil menikmati kicauan Gerugiwa menyambut datangnya sang
fajar. Sa’o Ria Wisata Bungalow selain menyediakan fasilitas akomodasi
juga memiliki fasilitas aula untuk ruang pertemuan dengan kapasitas 300
orang.
Museum Bahari
Museum Bahari
Terletak di Jalan Mohamad Hatta, kira-kira 100 meter dari taman kota, di
sini dapat dilihat kerangka/tulang ikan Paus, lumba-lumba, anjing laut,
aneka jenis reptile, terumbu karang dan sejenis ubur-ubur. Selain
spesies-spesies laut/air, museum bahari juga mengoleksi beberapa jenis
binatang/hewan yang memiliki keunikan seperti ayam berkaki tiga, berkaki
empat yang telah diawetkan. Museum Bahari juga sering digunakan oleh
kalangan Pelajar dan Mahasiswa di sekitar Kota Ende sebagai
sarana/fasilitas pendukung kegiatan pembelajaran/penelitian.
AIR TERJUN (AE PORO) KEDEBODU
Ae Poro
Terletak
di desa Kedebodu, Kecamatan Ende Timur, kira-kira 13 km dari pusat Kota
Ende atau 5 km dari terminal Roworeke dengan waktu tempuh 20 menit
terdapat sebuah panorama alam air terjun yang menakjubkan. Letaknya yang
relatif dekat dengan Kota Ende menjadikan obyek ini sebagai alternatif
pilihan bagi warga kota untuk mengisi waktu libur singkat sambil
berekreasi. Karena jarak yang tidak jauh dari Kota Ende dan waktu
tempuh yang singkat tentunya tidak banyak membutuhkan waktu dan biaya.
Air terjun dengan ketinggian ± 35 meter ini, menawarkan sebuah pesona
yang naturalis/alamiah karena lokasi dan alamnya yang masih asli. Menuju
lokasi Air Terjun Kedebodu kita dapat menggunakan fasilitas
transportasi umum baik menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Sebuah kekuatan yang bersumber dari suatu perbedaan.
Agro Wisata Waturaka
Salah Satu Sudut Kebun
Berlokasi
di Desa Waturaka Kecamatan Kelimutu dengan jarak kurang lebih 54 km
dari Kota Ende yang dapat ditempuh dengan 2 jam perjalanan, Waturaka
merupakan salah satu dari 24 komunitas adat suku Lio yang menjadi
penyangga Kawasan Taman Nasional Kelimutu. Iklim dan keadaan alam yang
sejuk dan tanahnya yang subur memberikan peluang bagi penduduk lokal
untuk berusaha dalam bidang pertanian/agraris dengan tanaman lokal yang
unik dan bernilai ekonomis.
Perkebunan rakyat yang ditanami berbagai tanaman seperti: tomat, lombok/ cabai, wortel, sayur-sayuran dan kentang merupakan sisi lain yang bisa disaksikan saat menuju dan kembali dari Danau Kelimutu. Keberadaan lokasi perkebunan agrowisata Waturaka selain sebagai sumber penghasilan masyarakat dapat juga menjadi salah satu faktor yang diperhitungkan dalam memperkuat image dan memperkaya daya tarik Kawasan Wisata Kelimutu.
Perkebunan rakyat yang ditanami berbagai tanaman seperti: tomat, lombok/ cabai, wortel, sayur-sayuran dan kentang merupakan sisi lain yang bisa disaksikan saat menuju dan kembali dari Danau Kelimutu. Keberadaan lokasi perkebunan agrowisata Waturaka selain sebagai sumber penghasilan masyarakat dapat juga menjadi salah satu faktor yang diperhitungkan dalam memperkuat image dan memperkaya daya tarik Kawasan Wisata Kelimutu.
salam kenal, salam lestari, saya kakung luqman dari Jakarta, senang dapat menemukan bekal dan pelajaran yang akan saya gunakan untuk berkunjung ke tanah flores bulan mei mendatang. doakan saya yaaa :)
BalasHapus